Tak hanya hubungan percintaan, pertemanan pun bisa jadi toxic, tetapi hal ini lebih jarang disadari – karena yang namanya teman, bukannya memang harus ‘menerima apa adanya’, ya? Biasanya banyak yang mengatakan, “Mau tak mau dia adalah teman dekat aku, jadi terima saja-lah!” But this is so wrong, sekalinya toxic, tetap saja toxic.
So, lebih baik kenali lebih lanjut, apakah kamu sedang terjebak dalam toxic friendship atau tidak.
It’s all about her!
Melihat teman bahagia, sudah otomatis kita merasakan hal yang sama. Tetapi tunggu dulu nih, bahagia tetap ada porsinya kan? Enggak harus melulu merayakan kebahagiaan yang dialami oleh teman kamu saja.
Yes, yang bikin hubungan pertemanan kamu tak sehat adalah ketika kamu sama sekali tak punya kesempatan untuk berbagi rasa bahagia – selalu diselak sama dia, kalau kamu lagi cerita, “Tadi pagi aku akhirnya berani nyapa si dia, lho!” Yang bikin menyebalkan, teman kamu menjawab: “Kemarin aku juga ketemu cowok yang aku taksir, rasanya beda deh sekarang, masa si dia…….” Ujung-ujungnya harus mendengarkan ceritanya.
Good for you kalau kamu tipikal pendengar yang baik, but at least she need to give you a little time to speak right. Kenapa semua harus tentang teman kamu?
Cemburuan
Punya teman yang hobinya cemburuan itu sangat, sangat mengganggu. Enggak ada tuh sejarahnya “Di dunia ini kamu hanya boleh punya satu teman” – kalau untuk pasangan hidup memang iya. Si teman yang suka cemburuan mendadak sikapnya berubah saat kamu bermain dengan salah satu teman dari lingkungan yang berbeda – entah tiba-tiba menyindir, “Bukannya lebih senang main sama teman yang lain, ya?”
Umm…. Cosmo hanya mau bilang, kalau kamu itu enggak salah – justru carilah teman sebanyak-banyaknya. Well, kalau salah satu teman kamu bersikap cemburuan (secara terus-menerus), it’s her own business, not yours. Menjadi teman yang baik saja sudah cukup, tak perlu merasa guilty akan sikapnya.
Tak bisa menjadi diri sendiri
Pertemanan itu bagaikan kunci, kalau kamu merasa cocok, maka akan ada keterbukaan di antara kalian. Tetapi apa jadinya kalau kamu merekayasa gaya hidup hanya untuk bisa fit in dengan sekelompok pertemanan? You need to stop doing this. Kamu tak suka menggunakan mini dress, tetapi karena tuntutan ‘mengikuti lingkungan pertemanan’, tiba-tiba mendadak berubah menjadi perempuan yang hobi memakainya.
Well, mengubah penampilan itu baik, but if you lose your indentity just because of that.... Pertemanan kamu sudah enggak sehat alias toxic. Cosmo tantang kamu untuk: beri tahu ke teman-teman tentang kehidupan kamu yang sebenarnya, hobi, dan hal-hal yang sesungguhnya kamu sukai – percayalah, pertemanan akan jauh lebih indah kalau kamu bisa menjadi diri sendiri.
Secara tak sadar, selama ini kamu hanya dimanfaatkan
Mungkin kamu terlalu polos sampai tak sadar kalau selama ini hanya dimanfaatkan….. Oleh teman sendiri.
Coba hitung, sudah berapa kali kamu berkorban? Yep, sebagai teman kita memang harus saling mendukung, through thick and thin (they said), tetapi pada akhirnya kamu terbiasa ‘mengalah’ dan teman kamu selalu berada di zona aman.
Contoh yang menjengkelkan: di saat kamu ingin posting foto kalian berdua, teman kamu menyuruh untuk mengunggah foto sesuai dengan pilihannya – dengan alasan “di sini aku keliatan cantik, jadi jangan post yang lain, ya!” Again and again, kamu berkorban.
Ini sudah menjadi kebiasan setiap hari, namun kamu harus bisa bersikap tegas. Atau yang lebih buruk, seorang teman yang hanya bisa memanfaatkan kamu perihal materi, ughhhh stay away from my $$$.
Selalu disalahkan, bahkan bikin kamu takut untuk mengambil keputusan
“Ngapain sih apply kerja di tempat itu? Kenapa enggak coba di tempat lain?” Saran dari teman selalu lebih akurat dibanding dari orang tua atau saudara (it happens all the time). Tetapi kamu harus hati-hati, ada saja sikap teman yang tak sepatutnya kamu dengarkan 100% secara mentah-mentah, karena sebenarnya dia hanya bisa menyalahi pilihan kamu, dan merasa dirinya yang paling benar di dunia ini.
Perihal pekerjaan dan percintaan, si teman selalu mengontrol kamu dengan sudut pandang yang dia miliki, dan kalau kamu mengambil keputusan yang tak sesuai dengan sarannya, she will attack you…. With words. Ingat, kamu bukan puppet yang cuma bisa bungkam saat sedang ‘diarahkan’.
Teman ‘bermuka dua’
Pastinya udah enggak kaget sama jenis yang satu ini – selama hidup, kita pasti pernah punya teman bermuka dua atau mungkin sedang mengalaminya namun kamu hanya bersikap acuh.
Intinya teman bermuka dua ini cuma bisa: a) membicarakan teman kamu yang lain, dan b) ketahuan kalau dia pernah membicarakan hal negatif tentang kamu. So, there’s nothing to say, cause you know what you going to do.
Say no to toxic friendship! Kalau kamu merasa sedang terjebak dalam situasi ini, then leave (selama sikapnya tak bisa diubah).
(Image: Doc. freepik by yanalya)
Sumber artikel Cosmopolitan Indonesia
- Radio punya peranan penting dalam kemerdekaan Indonesia - Aug 21, 2019
- Hebat, Orang Indonesia jadi desainer sepatu Puma - Aug 21, 2019
- Barasuara meriahkan acara kemerdekaan Akar Merah Putih - Aug 16, 2019