Mengapa banyak label streetwear semakin mahal harganya?

8625
Streetwear

Pernah mendengar sebuah fenomena bernama hypebeast? Fenomena gaya hidup yang tanpa kita sadari kian menggerus garis pembatas antara label mewah dan streetwear.

Tengok saja kolaborasi antara Louis Vuitton dan Supreme yang berasal dari dua merek beda ‘kasta’, namun berhasil suskes secara komersial.

Konon, rilis kolaborasi tersebut sempat membuat kehebohan di depan butik Louis Vuitton di Orchard Road Singapura pada 13 Juli 2017 lalu. Lebih dari 600 orang mengantri berebut mendapat jatah dari 350 produk kolaborasi terkait yang ditawarkan terbatas.

Bagaimana bisa merek streetwear yang identik dengan gaya anak muda dapat disandingkan dengan merek premium penuh elegansi? Bagaimana pula alasannya merek streetwear justru dibanderol hampir sama mahalnya dengan merek premium?

Kedua pertanyaan inilah yang mendasari munculnya fenomena hypebeast, yakni sebutan bagi mereka-mereka yang gemar mengenakan produk streetwear kekinian yang diproduksi secara terbatas.

Biang keladinya tentu saja para millennial dan gen Z yang melek digital dan kecanduan media sosial (medsos). Kedua generasi kekinian tersebut mayoritas gemar menjadi selebritas di dunia maya, dan pakaian stylish dan berjiwa masa kini adalah salah satu faktor pendukung utama eksistensi mereka.

Mengutip dari laman Guardian, salah satu wajah fenomena hypebeast adalah Gully Guy alias Leo Mandela, seorang remaja pria berusia 14 asal Warwicshire, Inggris, yang memiliki lebih dari 197 ribu pengikut di Instagram.

Ia mengklaim telah menghabsikan 9.000 Poundsterling (sekitar Rp 154,5 juta) untuk membeli berbagai merek streetwear kekinian, seperti Supreme, Palace, dan BAPE guna menunjang penampilannya sebagai selebgram.

Di Indonesia, ada akun Instagram @pahi_id yang memuat foto-foto para anak muda yang terhanyut subkultur hypebeast. Anda akan dengan mudah menemukan pria dan wanita muda tanah air dengan bangga memamerkan outfit dan aksesori dari merek-merek streetwear kekinian yang mereka kenakan.

Bahkan, banyak pula pengguna Instagram yang dengan sengaja manautkan diri dengan @pahi_id agar dapat masuk dalam kurasinya.

Baiklah sebenarnya merek streetwear mana saja yang termasuk pembentuk fenomena hypebeast? Apa alasan di balik merek-merek tersebut sehingga mampu menumbuhkan subkultur hypebeast seperti saat ini?

1. Supreme

Tulisan kasual berwarna putih dalam kotak merah menyala telah membius banyak generasi muda untuk terus menyerbu setiap produk yang dirilisnya, dari pakaian hingga benda yang kerap tidak masuk akal bagi khalayak.

Merek ini didirikan oleh James Jebbia di tahun 1996 sebagai sebuah merek pakaian kasual dan produsen papan luncur (skateboard). Berbagai kolaborasi yang dilakukannya, mulai dari endorsement pada figur-figur kenamaan dunia, hingga kerja sama desain dengan beragam merek gaya hidup, sedikit banyak mengangkat popularitas Supreme di mata khalayak luas, sekaligus meningkatkan daya jualnya di pasaran.

2. BAPE

Merek streetwear ini didirikan oleh Nigo pada 1993 silam di Tokyo, Jepang, dan fokus pada produksi terbatas pakaian dan aksesori kasual bernafaskan budaya hip-hop. Tidak seperti Supreme yang kian populer dalam lima tahun terakhir, popularitas BAPE justru baru mengglobal sejak 2016 lalu, ketika berkolaborasi desain dengan Adidas dan Mastermind Japan.

3. Palace

Sejatinya merek yang berbasis di London, Inggris ini fokus pada produksi pakaian untuk para pemain skateboard. Didirikan pada 2010 silam oleh seorang skater sekaligus desainer Lev Tanju, kini Palace disebut sebagai pendorong berkembangnya subkultur hypebeast di Inggris.

Merek ini sangat dikenal berkat grafis tajam dan logo Tri-Freg. Kolaborasinya dengan Reebok dan Adidas membuat Palace kian diperhitungkan di persaingan pasar streetwear premium.

4. KITH

Didirikan oleh seorang jenius kreatif bernama Ronnie Fieg, merek ini dilirik oleh Nike dan Asics untuk berkolaborasi mendesain aneka rupa sneakers secara terbatas.
Menariknya, baik dalam bentuk kolaborasi maupun tidak, KITH tetap rutin merilis varian sneakers terbarunya di hampir setiap minggu. Hal ini membuat KITH menjadi sasar seksi bagi para pencintan sneakers dunia.

5. Fear of God

Pertama kali rilis pada 2012 lalu di Amerika Serikat, merek ini seketika menjadi favorit banyak orang karena cukup sering dikenakan oleh selebritas papan atas dunia, seperti Kanye West, Justin Bieber, dan Kylie Jenner. Belum lama ini, merek terkait sempat membuat heboh para penggila sneakers di seantero dunia karena merilis sneaker boots bertema militer.

6. Anti Social Club

Berbasis di Los Angeles, Amerika Serikat (AS), merek ini identik dengan tempelan frasa emosional dan gambar-gambar yang cukup provokatif. Nilai lebih yang membuat merek ini mengglobal adalah semangat hidup hijau yang diusungnya, baik dari produksi maupun pemasarannya.

7. Raf Simons

Ini cukup menarik. Raf Simons merupakan merek premium yang semakin mendedikasikan diri pada rancang desain produk fashion bergaya jalanan.
Merek yang dinamai serupa dengan nama pendiri sekaligus direktur kreatifnya itu disebut sebagai salah satu merek yang mengawali tren hipster di kehidupan modern.
Didirkan pada 1995 silam, Raf Simons banyak berkutat dalam produksi streetwear yang berdasar pada musik, seni, dan grafiti.
TEKS: HAPPY FERDIAN
FOTO: DOK. ESQUIRE
Source: Esquire

Pusing mikirin playlist? Mending dengerin 87.6 Hard Rock FM di sini! Atau bisa dowload aplikasinya di iOS dan Google Play Store.

Baca juga:
Selena Gomez mendesain tas terbaru Coach
7 alasan mengapa rokok menjadi bagian budaya Indonesia
8 tahun menikah, Chris Pratt & Anna Faris umumkan cerai