Filsafat Jawa pada dasarnya bersifat universal. Jadi filsafat Jawa bukan hanya diperuntukkan bagi masyarakat Jawa saja, tetapi juga bagi siapapun yang ingin mempelajarinya.
Beberapa filsafat jawa yang biasa
– Memayu hayuning bawana (melindungi bagi kehidupan dunia/menciptakan keindahan di dunia)
– Sukeng tyas yen den hita (suka/bersedia menerima nasihat, kritik, tegoran)
– Jer basuki mawa beya (keberhasilan seseorang diperoleh dengan pengorbanan)
– Ajining dhiri dumunung ing kedhaling lathi (nilai diri seseorang terletak pada gerak lidahnya)
– Ajining sarira dumunung ing busana (nilai badaniah seseorang terletak pada pakaiannya)
– Amemangun karyenak tyasing sesama (membuat enaknya perasaan orang lain)
– Kridhaning ati ora bisa mbedhah kuthaning pasthi (Gejolak jiwa tidak bisa merubah kepatian)
– Budi dayane manungsa ora bisa ngungkuli garise Kang Kuwasa (Budi daya manusia tidak bisa mengatasi takdir Yang Maha Kuasa)
– Sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti (kemarahan dan kebencian akan terhapus/hilang oleh sikap lemah lembut)
– Tan ngendhak gunaning jalma (tidak merendahkan kepandaian manusia)
Masih banyak filsafat-filsafat jawa yang lain. Satu hal yang harus diingat, mempelajari kebudayaan suatu daerah bukan berarti kita menjadi “rasis” atau fanatik kedaerahan, namun itu semua sebagai wujud pertanggung jawaban kita terhadap peninggalan nenek moyang bangsa kita. Dan juga melestarikan kebudayan daerah bukan hanya menjadi tanggung jawab warga daerah tersebut. Tetapi juga menjadi tanggung jawab kita semua.. (ingat semboyan bangsa kita “Bhineka Tunggal Ika”…..)
Bangsa yang besar bukan hanya bangsa yang hidup modern, tetapi juga bangsa yang mampu hidup modern tanpa meninggalkan ajaran dan nilai luhur kebudayaannya.
- Solemn Sea - Feb 9, 2009
- TRAIL OF BROKEN HEARTS - Feb 9, 2009
- Aquarius - Feb 9, 2009