Sopo Sing Ndeso?
Tulisan ini dibuat oleh: Abdulllah Muadz (Gak tau siapa ini orangnya !!! tapi tulisannya patut direnungkan )
Dapat tulisan ini pas lagi "blogwalking" malem2 gak ada kerjaan, hehe. Eniwei, baca aj deh… dijamin mengena bgt! Jika Segel Rusak Jangan Diterima, huehuehue.
Gambar tsb diatas didapat dari:
"NDESO"
Deso (baca ndeso) itulah sebutan untuk orang yang norak, kampungan, udik, sock culture, Countrified dan sejenisnya. Ketika mengalami atau merasakan sesuatu yang baru dan sangat mengagumkan, maka ia merasa takjub dan sangat senang, sehingga ingin terus menikmati dan tidak ingin lepas, kalau perlu yang lebih dari itu. Kemudian ia menganggap hanya dia atau hanya segelintir orang yang baru merasakan dan mengalaminya. Maka ia mulai atraktif, memamerkan dan sekaligus
mengajak orang lain untuk turut merasakan dan menikmatinya, dengan harapan orang yang diajak juga sama terkagum-kagum sama seperti dia.
Lebih dari itu ia berharap agar orang lain juga mendukung terhadap
langkah-langkah untuk menikmatinya terus-menerus. Hal ini biasa,
seperti saya juga sering mengalami hal demikian, tetapi kita terus
berupaya untuk terus belajar dari sejarah, pengalaman orang lain,
serta belajar bagaimana caranya tidak jadi orang norak, kampungan
alias deso.
Semua kampus di Jepang penuh dengan sepeda, tak terkecuali dekan
atau bahkan Rektorpun ada yang naik sepeda datang ke kampus.
Sementara si Pemilik perusahaan Honda tinggal di sebuah apartemen
yang sederhana. Ketika beberapa pengusaha ingin memberi pinjaman
kepada pemerintah Indonesia mereka menjemput pejabat Indonesia di
Narita. Dari Tokyo naik kendaraan umum, sementara yang akan di
jemput, pejabat Indonesia naik mobil dinas Kedutaan yaitu mercy.
Ketika saya di Australia berkesempatan melihat sebuah acara ceremoni
dari jarak yang sangat dekat, dihadiri oleh pejabat setingkat
menteri, saya tertarik mengamati pada mobil yang mereka pakai Merk
Holden baru yang paling murah untuk ukuran Australia. Yang menarik,
para pengawalnya tidak terlihat karena tidak berbeda penampilannya
dengan tamu-tamu, kalau tidak jeli mengamati kita tidak tahu mana
pengawalnya.
Di Sidney saya berkenalan dengan seorang pelayan restoran Thailand.
Dia seorang warga Negara Malaysia keturunan cina, sudah selesai S3,
sekarang lagi mengikuti program Post Doc, Dia anak serorang
pengusaha yang kaya raya. Tidak mau menggunakan fasilitas orang
tuanya malah jadi pelayan. Dia juga sebenarnya dapat beasiswa dari
perguruan tingginya.
Satu bulan saya di jepang tidak melihat orang pakai hp komunikator,
mungkin kelemahan saya mengamati. Dan setelah saya baca Koran
ternyata konsumen terbesar hp komunikator adalah Indonesia. Sempat
berkenalan juga dengan seorang yang berada di stasiun kereta di
Jepang, ternyata dia anak seorang pejabat tinggi Negara, juga naik
kereta. Yang tak kalah serunya saya juga jadi pengamat berbagai
jenis sepatu yang di pakai masyarakat jepang ternyata tak bermerk,
wah ini yang deso siapa yaa?
Sulit membedakan tingkat ekonomi seseorang baik di jepang atau di
Australia, baik dari penampilannya, bajunya, kendaraannya, atau
rumahnya. Kita baru bisa menebak kekayaan seseorang kalau sudah tahu
pekerjaan dan jabatanya di perusahaan. Jangan-jangan orang jepang
diajak ke Pondok Indah bisa Pingsan melihat rumah segitu gede dan
mewahnya. Rata-rata rumah disana memiliki tinggi plafon yang bisa
dijambak dengan tangan hanya dengan melompat. Sehingga duduknyapun
banyak yang lesehan.
Sampai akhir hayatnya Rasulullah tidak membuat istana Negara dan
Benteng Pertahanan (khandaq hanyalah strategi sesaat, untuk perang
ahzab saja), padahal Rasulullah sudah sangat mengenal kemawahan
istana raja-raja Negara sekelilingnya, karena Beliau punya
pengalaman berdagang. Ternyata Beliau tidak menjadi silau terus ikut-
ikutan latah ingin seperti orang-orang. Lalu dimana aktivitas
kenegaraan dilakukan? Mengingat beliau sebagai kepala Negara.
Jawabannya ya di masjid.
Beliau punya banyak jalan yang legal untuk bisa membangun istana. Di
mekkah nikah dengan janda kaya, di madinah jadi kepala Negara, punya
hak prerogative dalam mengatur harta rampasan perang, dan ada jatah
dari Allah untuk dipergunakan sekehendak beliau, belum hadiah dari
raja-raja. Tetapi mengapa beliau sering kelaparan, ganjal perut
dengan batu, puasa sunnah niatnya siang hari, shalat sambil duduk
menahan perih perut dan seterusnya.
Ketika Indonesia sedang terpuruk, Hutang lagi numpuk, rakyat banyak
yang mulai ngamuk, Negara sedang kere, banyak yang antri beras,
minyak tanah, minyak goreng dll. Maka harga diri kita tidak bisa
diangkat dengan medali emas turnamen olah raga, sewa pemain asing,
banyak ceremonial yang gonta-ganti baju seragam, baju dinas, merek
mobil, proyek mercusuar, dll, dsb, dst
Bangsa ini akan naik harga dirinya kalo utang sudah lunas, kelaparan
tidak ada lagi, tidak ada pengamen dan pengemis, tidak ada lagi
wanita tidak solat (WTS, in Malay, "Wanita Tak Senonoh") , angka
criminal rendah, korupsi berkurang, punya posisi tawar terhadap
kekuatan global. Maka orang Deso (alias norak) tidak mampu mengatasi
krisis karena tidak bisa menjadikan krisis sebagai paradigma dalam
menyusun APBD dan APBN. Nah karena yang menyusun orang-orang norak
maka asumsi dan paradigma yang dipakai adalah Negara normal atau
bahkan mengikut Negara maju. Bayangkan ada daerah yang menganggarkan
Sepak Bola 17 Milyar sementara anggaran kesranya 100 juta,wiiieh!
Akhirnya penyakit norak ini menjadi wabah yang sangat mengerikan
dari atas sampai bawah:
-Orang bisa antri raskin sambil pegang hp
-Pelajar bisa nunggak SPP sambil merokok
-Orang tua lupa siapkan SPP, karena terpakai untk beli tv dan kulkas
-Orang bule mabuk kelebihan uang, Orang kampung mabok patungan Lagi mabok muntah keluar kangkung, genjer, toge
-Pengemis bisa pake walkman sambil goyang kepala
-Para Pengungsi bisa berjoged dalam tendanya
-Orang mo beli Gelar akademis di ruko-ruko tanpa kuliah
-Ijzah S3 luar negeri bisa di beli sebuah rumah petakan gang sempit
di cibubur
-Kelihatannya orang sibuk ternyata masih intensive keluar masuk Mc Donald
-Kelihatannnya orang penting, ternyata sangat tahu detail dunia persepakbolaan. Jadi masih sempat ngurusin kulit bulat diisi angin
-Kelihatan seperti aktivis tapi habis waktu untuk mencetin hp
-62 tahun merdeka, lomba-lombanya masih makan kerupuk saja
-Agar rakyat tidak kelaparan maka para pejabatnya dansa dansi di
acara tembang kenangan.
-Agar kampanye menang harus berani sewa bokong-bokong bahenol ngebor
-Agar masyarakat cerdas maka sajikan lagu goyang dombret dan wakuncar
-Agar bisa disebut terbuka maka harus bisa buka-bukaan
-Agar kelihatan inklusif maka harus bisa menggandeng siapa saja,
kalo perlu jin tomang bisa digandeng
Yang lebih mengerikan adalah supaya kita tidak terlihat kere, maka harus bisa tampil keren. Makin kiamatlah kalo si kere tidak tahu
dirinya kere. (*)
- Bukan Drama Biasa (BDB) - Apr 22, 2008
- HABIT - Apr 18, 2008
- Sopo Sing Ndeso? - Apr 14, 2008